Saturday, August 20, 2011

3rd Book : Messages of Hope


Dalam perjalanan hidupnya, manusia selalu menginginkan hal-hal yang baik. Manusia selalu mengharapkan kemenangan, bukannya kegagalan. Akan tetapi tidak selamanya perjalanan itu berjalan mulus, pasti ada penolakan, kegagalan, kritikan, pandangan sinis, dan cemoohan yang terkadang melemahkan dan membuat manusia takut berharap, dan akhirnya malah berhenti berharap.

Banyak orang dewasa saat ini yang hidupnya penuh dengan stres, penuh dengan beban ekonomi, dan penuh dengan tantangan dalam keluarga, tantangan dalam pekerjaan, tantangan dalam hubungan sesama, bahkan tantangan dalam skala terbesar, negara. Sekelumit persoalan yang ada membuat sebagian orang berpikir bahwa hidup ini begitu rumit, hidup ini begitu tidak adil, bahwa harapan untuk maju sudah tidak ada, dan bahwa masalah negara sudah semakin tak punya jalan keluar

Buku Messages of Hope hadir untuk mengajak pembacanya memahami bila seseorang merasa hidup ini begitu berat dan susah, janganlah membiarkan mental juga menjadi seperti orang yang kesusahan. Hidup bukanlah untuk diratapi, melainkan harus diisi dengan sebuah makna, harapan, dan semangat untuk menjadi yang terbaik. Pesan sederhana lewat buku ini adalah sesulit apapun persoalan yang dihadapi oleh seseorang entah itu karir, keluarga, keuangan, kesehatan, jangan pernah kehilangan harapan. Memang memiliki harapan tidak otomatis menyelesaikan masalah, akan tetapi dengan adanya harapan positif untuk masa depan akan menguatkan seseorang saat menghadapi masalah. Bila ada gelap, pasti ada terang.

Bila seseorang memilih untuk terus menerus mengeluh, meratapi kegagalan, menyerah, dan enggan untuk berubah, maka buku ini bukan bacaan yang pas. Sebaliknya, bila seseorang merindukan sebuah inspirasi untuk membangkitkan kembali harapannya, maka 150 Pesan Inspirasional yang ditulis dengan sederhana dalam buku Messages of Hope mampu memberikan pemahaman baru bagi pembaca tentang kehidupan sehingga dapat menjadikan hidup yang dijalani lebih bermakna serta penuh pengharapan dan kemenangan. Buku ini memberikan sebuah terang, harapan, dan inspirasi bagi setiap orang untuk mau menatap masa depan dengan penuh optimisme

Whatever Your Circumstances are, Never Lose Your Hope

Saturday, July 23, 2011

Kebiasaan Apa yang Anda Pelihara



Pernahkah Anda menemukan orang-orang yang biasa datang terlambat; entah itu dalam sebuah rapat atau dalam sebuah pertemuan penting, biasa mengeluh, biasa gossip, biasa membicarakan keburukan orang lain, biasa manipulasi, biasa bohong, biasa menunda pekerjaan, biasa mengumbar janji, biasa melanggar aturan, biasa lari dari tanggung jawab, biasa mencari kambing hitam, biasa menyalahkan orang lain, biasa menyombongkan diri? Atau mungkin secara tidak sadar kita sendiri juga memiliki kebiasaan-kebiasaan tersebut dalam keseharian kita?

Saya teringat sebuah perumpaan yang diceritakan pada salah buku inspirasional, yang mengatakan bahwa di dalam tubuh kita sebenarnya ada dua serigala, yakni serigala yang baik dan serigala yang jahat. Kedua serigala ini selalu berbenturan dan tidak saling mendukung. Serigala baik selalu mengajar kita untuk menjaga perilaku, perkataan, kebiasan yang positif dan bernilai sementara serigala yang jahat selalu menggoda kita untuk menunda-nunda, malas, dan sesekali mengajak kita melanggar aturan. Pertanyaannya kepada kita adalah serigala mana yang akan lebih banyak kita beri makan?, dengan kata lain serigala mana yang mau kita pelihara hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Ada pepatah yang mengatakan You are what you repeatedly do. Anda adalah apa yang Anda lakukan berulang-ulang.

Bagaimana sampai terbentuknya sebuah kebiasaan?
Berawal dari sikap mental seseorang, bagaimana pola pikirnya akan suatu hal akan mempengaruhi tindakan dan perilakunya sehari-hari. Tindakan dan perilaku yang dilakukan berulang-ulang, lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan. Contoh yang paling sederhana adalah membuang sampah. Jika seseorang menganggap membuang sampah sembarangan adalah hal yang lumrah, maka tindakan dan perilakunya akan masa bodoh jika ia membuang sampah sembarangan, sehingga perilaku ini sudah mendarah daging dan terbentuklah sebuah kebiasaan. Terkadang di perjalanan saya mengamati, bagaimana seseorang yang berada dalam mobil mewahnya, dengan santai membuka kaca dan membuang berlembar-lembar kertas tisu ke luar. Contoh yang paling populer adalah kebiasaan terlambat atau ‘jam karet’. Mendapat undangan rapat jam 9, baru tiba jam 10, karena menganggap sudah biasa dan sudah menjadi tradisi di sini kalau undangan rapat pasti ‘ngaret’ jamnya. Jika seseorang memegang teguh nilai-nilai positif dalam hidupnya maka hal tersebut akan tercermin lewat sikap mentalnya sehingga mempengaruhi tindakannya sehari-hari. Akan tetapi jika nilai-nilai yang dipegang dalam hidupnya hanya egoisme, memikirkan perut sendiri, malas, tidak mau berusaha, selalu negative kepada orang lain, maka saya khawatir tindakannya akan mengikuti nilai dan pola pikir yang dipelihara sehingga membentuk kebiasaan.

Kebiasaan yang positif tentu memiliki nilai manfaat yang positif bagi hidup kita dan orang lain, akan tetapi sebaliknya kebiasaan yang negative tidak memberi nilai tambah untuk hidup kita dan orang disekitar kita. Jika kita mau menjadi yang terbaik dibidang kita masing-masing, mulailah periksa selama ini kebiasaan seperti apa yang kita pelihara. Aristotle pernah berkata “Excellence is not a singular act, but a HABIT”. Untuk menjadi yang terbaik atau unggul bukanlah tindakan satu kali, tetapi sebuah KEBIASAAN. Kita sama-sama memiliki 24 jam sehari, tidak ada yang lebih, tidak ada yang kurang. Akan tetapi terkadang kita bisa melihat banyak orang yang begitu produktif sementara ada orang-orang yang sama sekali tidak produktif dalam satu hari. Produktif berarti dia melakukan sesuatu yang berarti dalam 24 jam, dia benar-benar mengelola waktunya dengan baik. Keseimbangan dalam hidupnya terjada. Tidak produktif berarti dia lebih banyak menghabiskan waktu 24 jamnya untuk hal yang tidak bernilai manfaat untuk dirinya dan orang lain. Tanyakan kepada diri kita masing-masing, selama 24 jam, mayoritas kita habiskan waktu kita untuk apa?. Jika kita menjawab Bekerja, maka pertanyaan selanjutnya adalah selama bekerja apa yang sudah kita lakukan, apakah waktu bekerja kita lebih banyak bergosip ria, membicarakan orang lain, bermalas-malasan, lebih sering update status facebook/twitter daripada update pekerjaan kepada atasan, atau kita benar-benar memberikan yang terbaik waktu kita untuk pekerjaaan kita? Hanya pribadi masing-masing yang mengetahui persis jawabannya.

Banyak orang terkadang menyalahkan waktu, dan menganggap waktu yang diberikan kurang. Kita diberikan waktu yang sama, dan sudah adil. Yang membedakan adalah bagaimana seseorang mengisi waktunya selama 24 jam, itulah yang membuat seseorang menjadi unggul. Ada orang yang begitu semangat dan ingin cepat menyelesaikan tugasnya saat rapat, ada orang yang lebih memilih datang terlambat. Ada pribadi yang senantiasa bersyukur, adapula pribadi yang tidak pernah merasa puas dan selalu mengeluh hari demi hari. Ada sosok yang berani mempertanggungjawabkan kesalahannya, tapi ada juga pribadi yang biasa melarikan diri dari tanggung jawab dan mencari-cari alasan.

Bagaimana mengubah Kebiasaan?
Yang terpenting ada kemauan untuk berubah, niat untuk kembali ke kebiasaan yang lebih positif. Sebuah buku yang pernah saya baca menyarankan kita untuk membuat 21 Days Commitment, yakni sebuah komitmen 21 hari. Kita harus betul konsisten selama 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru. Jika kita pada hari ke sepuluh kita kembali ke kebiasaan lama kita, maka kita harus kembali mengulangnya dari hari pertama. Dalam beberapa kali kesempatan seminar dan training saya selalu mengatakan, mengubah kebiasaan tentu tidak mudah, akan tetapi bukan berarti tidak bisa. Dibutuhkan sebuah kemauan keras dan komitmen yang keras untuk berubah. Jika kita memandang hidup ini penting untuk diisi dengan arti yang positif, maka mulailah mengubah kebiasaan dari sekarang.

"First we form habits, then they form us. Conquer your bad habits or they will conquer you."

Wednesday, May 04, 2011

Put Meaning in Your Job

Reaksi seperti apa yang Anda temukan dari seorang penjaga pintu tol setiap kali melintasi pintu tol dan membayar tiket? Hampir sebagian besar reaksi penjaga pintu tol berdiam diri saja sambil memberi karcis, memberikan uang kembalian, bahkan sama sekali tidak melihat wajah pengendara yang melintas.


Akan tetapi, pernah ketika melewati salah satu pintu tol, saya menemukan penjaga karcis yang sedang bertugas memberikan uang kembalian sambil tersenyum, dan sempat melontarkan sebuah kalimat yakni "Terima kasih Pak. Hati-hati di jalan." Hal yang terkesan sederhana, tapi begitu bermakna untuk saya secara pribadi. Karena selama ini ketika melintas pintu tol, saya belum pernah menemukan pelayanan yang sedemikian ramah dan peduli dengan keselamatan pengemudi yang melintas.


Apa yang dilakukan penjaga karcis tol tersebut tentu berbeda dari kebanyakan rekannya yang lain. Rekannya yang lain hanya berdiam diri, bahkan tidak menyapa pengemudi yang melintas, tapi hal tersebut tidak dilakukan penjaga karcis tol ini. Mengapa bisa berbeda cara kerja mereka? Padahal jika penjaga karcis tol ini mau, ia tentu bisa saja mengikuti cara kerja rekannya yang lain. Ini adalah masalah PILIHAN!

Penjaga karcis tol ini memilih untuk memaknai pekerjaannya dengan positif. Banyak orang menganggap pekerjaan sebagai penjaga karcis tol adalah pekerjaan yang menjenuhkan. Setiap menit, setiap jam harus melayani ratusan pengendara mobil yang melintas. Titik jenuh mungkin saja dialami oleh penjaga karcis tol tadi, tapi ia mencoba mengatasinya dengan menjalin hubungan yang positif dengan pengemudi yang melintas. Saat itu, ia tidak sekadar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Ia bekerja tidak sekadar demi uang semata. Tapi ia bekerja karena ada sebuah makna yang ingin ia berikan kepada orang lain. Ia ingin menjadi orang yang punya pengaruh dan dampak yang positif untuk orang lain.

Ketika seseorang memberi arti terhadap pekerjaannya, maka ia akan jauh lebih bersemangat. Adakalanya manusia jenuh dan lelah dengan aktivitasnya sehari-hari, akan tetapi jika mau memaknai pekerjaannya, dan melihat bahwa apa yang dilakukannya setiap hari memiliki dampak yang luar biasa untuk orang lain, maka sebenarnya ia telah memberi nilai manfaat yang luar biasa untuk banyak orang.

Menjadi refleksi bagi kita bersama untuk lebih memaknai apa yang kita kerjakan hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Meletakkan makna dalam sebuah profesi tidak sekadar berorientasi pada diri sendiri melainkan bagaimana lewat profesi kita mampu memberi dampak yang positif kepada orang lain. Apapun profesi kita saat ini, entah itu seorang karyawan, dokter, politisi, salesman, staf admin, manager, bankir, pengusaha, public figure, pejabat negara, wakil rakyat: hendaknya mampu memberikan dampak yang positif untuk orang lain, tidak sekadar demi diri kita sendiri.

Apakah kita lebih banyak memikirkan keuntungan pribadi atau justru lebih mengutamakan melayani dan membantu orang lain?Seorang salesman yang mengerti kebutuhan pelanggan dan memberikan solusi yang terbaik lewat produk dan jasa yang dijual, tanpa memikirkan komisi atau bonus sebagai prioritas. Seorang bankir yang berusaha menjaga dana nasabahnya dengan baik, tanpa berusaha untuk memanipulasi demi kepentingan diri. Seorang wakil rakyat yang berjuang keras untuk menyalurkan aspirasi rakyat lewat kinerja nyata, tanpa lebih dulu memikirkan kesenangan pribadi.

Sebagian contoh di atas adalah bentuk perwujudan bagaimana setiap orang yang punya peran dan tanggung jawab di lingkungan di mana ia bekerja, seharusnya lebih memfokuskan kepada orang lain dan memberi nilai tambah bagi mereka. Banyak orang mungkin berpikir, "Wah, idealis sekali? Kita di dunia ini butuh makan, perlu uang, apakah mungkin kita tidak bekerja demi mencari uang atau keuntungan?"

Uang mungkin saja penting, tapi terkadang uang bukanlah segalanya! Cara yang kita lakukan untuk mencapai tujuan tentunya harus bijaksana, bukan dengan menghalalkan segala cara. Karena pada akhirnya seseorang dinilai bukan dari seberapa besar kekayaan, harta, pengalaman, atau kebesaran pangkat yang dimilikinya, melainkan nilai manfaat dan makna yang telah dibagi kepada orang banyak selama ia masih berkarya di dunia ini.

Mengutip sebuah pepatah yang mengatakan: "If you work just for money, you'll never make it. But if you love what you're doing and you always put the customer first, success will be yours." Jika Anda bekerja hanya demi uang, Anda tidak akan mendapatkannya, tapi jika Anda mencintai apa yang Anda kerjakan dan selalu meletakkan pelanggan sebagai yang utama, maka keberhasilan akan menjadi milik Anda.

Semoga kita semua mampu memberi arti positif buat sekitar kita lewat apa yang kita lakukan. Jadilah terang bukan gelap sehingga kehadiran kita di dunia ini mampu menyinari lingkungan kita.





Salam Amazing,





Muk Kuang


@mukkuang